Tamrin 5 : Pengenalan kata عاصمة
Kata عاصمة berarti ibu kota. Digunakan dengan dijadikan mudhof kepada nama negara. Contoh:
Ibu Kota Indonesia adalah Jakarta ⇒ عاصمة إندونيسيا جاكارتا
Tamrin 6 : Fi’il Ta’ajjub
- Fi’il Ta’ajjub adalah fi’il yang digunakan untuk mengungkapkan rasa takjub atau keheranan terhadap sesuatu.
- Kata takjub dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab “ta’ajjub” (تعجب) yang secara harfiah berarti perasaan kagum atau heran.
Pembentukan Fi’il Ta’ajjub
- Rasa takjub itu muncul dari sifat yang ada pada suatu benda. Maka fi’il ta’ajjub itu diambil dari kata sifat, seperti: كبير، صغير، كثير، ثقيل، خفيف، جميل dsb
- Fi’il ta’ajjub dibentuk dengan mengubah kata sifat ke dalam pola أفعل
- Fi’il ta’ajjub digunakan dengan rumus: مَا أَفْعَلَهُ
- di mana هُ adalah benda yang menjadi objek ta’ajjub tersebut.
- Objek dari fi’il ta’ajjub itu selalu
- manshub atau akhirannya berharakat fathah.
- ma’rifah
- Fi’il ta’ajjub untuk mudzakkar dan muannats tidak berbeda.
Tamrin 7 : Penggunaan يا untuk Memanggil Bag.2
- Kata يا disebut dengan harfun nida (حرف النداء). النداء berarti panggilan.
- Isim setelah harfun nida disebut dengan munada artinya “yang dipanggil”.
- Kaidah munada:
- Jika terdiri dari satu kata, maka dia berakhiran dhommah tanpa tanwin.
- Jika terdiri dari 2 kata (mudhof dan mudhof ilayh), maka mudhof berakhiran fathah, sedangkan mudhof ilayh tetap berakhiran kasrah.
Tamrin 8 : Tanda Manshub Isim Jama’ Muannats Salim
- Jama’ Muannats Salim, seperti مؤمنات، طالبات، مسلمات, tidak pernah berharakat akhir fathah.
- Maka ketika dia manshub, dia berharakat kasrah.
Tamrin 9 : Hamzatul Istifham Bertemu Hamzatul Washl
- Hamzatul Istifham adalah hamzah yang berarti “apakah”. Contoh: أطالب أنت؟ (Apakah kamu seorang pelajar?)
- Hamzatul washl adalah hamzah di awal kata yang hanya dibaca ketika dia di awal ucapan. Tetapi, jika berada di tengah ucapan atau didahului oleh huruf/kata lain, maka dia tidak diucapkan.
- Salah satu tempat hamzatul washl adalah pada alif lam (ال)
- Kaidah: Ketika hamzatul istifham bertemu dengan hamzatul washl, maka hamzatul istifham dan hamzatul washl dilebur menjadi satu dan dibaca dengan madd.
Tamrin 10 : Dhomir Ya Mutakallim untuk Maf’ul Bihi
- Ya Mutakallim adalah dhomir muttashil yang berupa huruf ya’ sakinah yang berarti “saya”.
- Kaidah: Jika dia berada setelah fi’il, maka posisinya pasti maf’ul bihi, dan harus diberi huruf Nun yang dikasroh yang memisahkan antara fi’il dan dhomir ini.
- Nun yang memisahkan antara fi’il dengan ya mutakkalim itu disebut dengan Nunul Wiqoyah (نون الوقاية)
- Kaidah: Jika ya mutakallim diikuti dengan ال, maka dia dibaca dengan fathah.
- Kaidah:
- Jika fa’il berupa dhomir, maka dia selalu berada Ya Mutakallim
- Jika fa’il berupa isim, maka dia selalu berada setelah ya mutakallim.
- Kalau kita ingin mengatakan, “Ahmad memukulku”, maka urutannya adalah “Memukul” + “Ku” + “Ahmad” jadi ضربني أحمد
- Sebaliknya, jika menerjemahkan jumlah fi’liyyah yang fai’ilnya berada setelah dhomir maf’ul bih, maka posisinya fa’il dengan maf’ul bih ditukar. Contoh: خلقني الله. Jangan diartikan “Menciptakan aku Allah”. Yang benar, “Allah menciptakanku”.